Jumat, 19 November 2010

Mamaku orang yang sederhana

Setiap kali kutanya : "Ma, mengapa mama tidak pernah pergi ke rumah tetangga? seperti ibu-ibu yang lainnya?"

Dia menjawab : "Buat apa main ke rumah mereka? Wong aku di rumah saja, tidak pernah keluar, para tetangga bisa membicarakan hal-hal yang jelek / buruk... apalagi kalau aku ke sana... main ke rumah mereka?"

Kamis, 18 November 2010

Rumah sederhana

Kami sekeluarga dulu tinggal di rumah yang sederhana. Di Jl. Raya II Ngunut. Sebelah kiri rumah kami adalah tempat keluarga temanku yg bernama : Yeremia Esek Kurnianto. Mereka berprofesi sebagai reparasi radio dan tape.




Ini foto rumah kami, sewaktu ada pemakaman keluarga (nenek) yang meninggal. Aku masih bayi, digendong oleh pembantu (= semacam baby sitter jaman dulu).

Tahun 1980, kami terpaksa pindah rumah ke Jl. Recobarong.

Kemudian tahun 1985 kami pindah rumah lagi ke Desa Gilang.

Rabu, 17 November 2010

Agenda

Aku menulis buku Agenda sejak tahun 1985. Ada beberapa buku yg kutulis, sampai tahun 1986 waktu aku kerja di Surabaya. Sayang, buku2 itu rusak karena banjir di rumah, dan dibuang...

Selasa, 16 November 2010

Belajar lewat perbuatan - bukan perkataan

Almarhum papa saya bukan orang Kristen, malah dia punya keris, jimat dst. Waktu hidupnya tidak banyak perkataan keluar dari mulutnya. Tapi banyak hal yang bisa kuteladani dari dia, adalah sikapnya yang suka memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Dan, selama 42 tahun ini, aku juga mempraktikkan apa yang diajarkannya - tanpa kata, lewat perbuatan.

Senin, 15 November 2010

Pijat di desa

Seringkali, sewaktu aku masih SD (1974-1980an) papaku mengajak kami pijat di sebuah desa. Kami berangkat naik becak, biasanya. Tukang becaknya juga langganan, kalau gak salah namanya 'Pak Nari'. Setelah papaku pijat, anak-anaknya yang ikut juga dipijat.

Kamis, 11 November 2010

Main di rel, kaki kena duri

Ini peristiwa yang tak bisa kulupakan. Biasanya kalau habis hujan, maka di daerah rel kereta api, kami punya permainan menarik. Selain bermain layang-layang, aku suka main 'plorotan gedebok pisang'.

Cara mainnya :

1. Kami memotong batang pisang (= itulah disebut gedebog).

2. Gedebog itu kami naikkan ke atas (dekat rel). Di bagian sisi lain, ada tanah yang menurun ke bawah. Di bagian bawah ada genangan air - bekas hujan.

3. Kami ber 2 atau ber 3, naik di atas gedebog itu.

4. Kemudian kami berteriak, dan menerjunkan gedebog itu ke bawah, hingga kena air. Muncrat, kami tertawa-tawa.

5. Setelah puas, gedebog tadi kami angkut ke atas, dan mengulangi lagi urutan nomor 3.

Demikian seterusnya berulang-ulang.



(Aku cari di Google, "Prosotan pisang" gak ada, adanya "Prosotan biasa", akhirnya aku teringat : ini gambar mainan orang2 jaman sekarang - namanya "banana boat", memang lebih canggih, tapi punya kami tak kalah asyikkk...)

Tetapi naas, pada hari itu, karena kami kurang bisa mengendalikan 'kendaraan' kami, maka terjadi suatu belokan mendadak. Dan, kaki kiriku (lupa) terkena duri yang cukup banyak. Aku pulang ke rumah sambil menahan sakit. Sesampai di rumah, aku dibantu papaku mencabuti duri-duri itu dari kakiku, satu demi satu. Sambil diomeli / dimarahi tentunya.

Itu yang kuingat hari ini, dan kutulis juga di blog khusus untuk almarhum papa dan mamaku di sini. Juga blog tentang desa kelahiranku, Ngunut Tulungagung di sini.